FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PERTIMBANGAN DALAM MEMILIH BENTUK BADAN USAHA.
Pertimbangan dalam Memilih Badan Usaha
Pendirian suatu badan hukum perusahaan haruslah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Ada beberapa faktor untuk memilih
badan usaha yang akan dijalankan. Dalam praktiknya, pertimbangan utama
pemilihan bentuk badan hukum perusahaan antara lain:
1.
Jenis
usaha yang dijalankan
Hal pertama yang dipertimbangkan adalah jenis usaha apa yang akan
dijalankan. Sesuai dengan keinginan, badan usaha yang akan dijalankan bisa
dalam bentuk perdagangan, industri dsb. Orang yang ingin membuka usaha, harus
selektif dalam memilih jenis usaha yang mengeluarkan modal tidak terlalu besar
dengan resiko kerugian kecil.
2.
Batas
wewenang dan tanggung jawab pemilik
Ketika menjalankan
bisnis, ada 2 hal yang sangat erat berkaitan, yaitu mengenai pengambilan
keputusan dan batas kewenangan dalam menjalankan bisnis. Karakter badan usaha
sangat menentukan hal ini. Karena tidak semua badan usaha memiliki pemisahan
tanggung jawab antara pemilik dengan badan usahanya. Dalam hal memilih CV atau
Firma sebagai badan usaha, ketika timbul suatu kerugian, maka kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemiliknya juga, hingga ke harta pribadi. Berbeda dengan
Perseroan Terbatas, dimana ada keterbatasan tanggung jawab.
3.
Kapasitas
Keuangan dan Kemudahan Pendirian
Umumnya para pebisnis berskala
kecil, ingin memilih pendirian badan usaha yang prosesnya sederhana dan biaya
sesuai dengan kapasitas keuangannya. Ketika budgetnya tidak mencukupi untuk mendirikan
Perseroan Terbatas, seringkali badan yang dipilih adalah CV. Namun yang harus
diperhatikan adalah karakter dari badan usaha yang dipilih berikut tanggung
jawabnya.
4.
Kemudahan
memperoleh modal
Dalam bisnis, pemisahan
keuangan pribadi dengan bisnis adalah hal mutlak. Ketika membuat badan usaha,
diharapkan dapat membuat rekening atas nama perusahaan tersebut. Sehingga,
untuk keperluan permodalan, akan dapat dengan mudah mengajukan ke perbankan
atau investor apabila cash flow yang telah berdiri sendiri dan berjalan baik
dari bisnis tersebut sudah diletakkan pada wadah khusus, yaitu rekening
perusahaan.
5.
Besarnya
resiko kepemilikan
Para pengusaha harus memikirkan
resiko-resiko yang akan terjadi dalam perusahaannya. Misalnya pengusaha dalam
bidang industri akan menggunakan alat-alat produksi yang membutuhkan perawatan
sesering mungkin agar terhindar dari resiko kerusakan, cacat, dll.
6.
Perkembangan
usaha
Pengusaha haruslah visioner,
oleh karena itu optimisme dalam mengembangkan bisnis juga merupakan
pertimbangan dalam memilih badan usaha. Seiring dengan perkembangan bisnis,
maka tidak hanya omset yang makin besar, namun resikonya juga makin besar. Oleh
karena itu perlu disesuaikan dan dipersiapkan strategi memilih badan usaha yang
tepat.
7.
Pihak-pihak
yang terlibat dalam kegiatan usaha
Agar usaha dapat terkoordinir
dengan baik, pengusaha hendaknya melibatkan pihak-pihak lain yang dapat mendukung
jalannya perusahaan. Pihak-pihak tersebut ditempatkan pada bagian-bagian yang
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
8.
Kewajiban
dari peraturan pemerintah
Sebagai warga Negara yang baik,
pengusaha harus memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah seperti ijin
industri, NPWP, akta notaries, pajak dan ijin domilisi.
Dengan mempertimbangkan
beberapa faktor di atas, maka diharapkan badan usaha yang dipilih benar-benar
sesuai dengan harapan pemiliknya. Seiring dengan perkembangan bisnisnya, maka
pemilihan badan usaha juga harus memiliki visi yang jauh ke depan.
Bentuk Badan Koperasi Bagi Rakyat Indonesia
Bentuk koperasi cocok dengan
bentuk usaha rakyat indonesia,Karena berdasarkan pengalaman, kegiatan saling
membantu (gotong royong, solidaritas, dan perhitungan ekonomi) diantara
individu dan usaha, akan lebih berhasil mengatasi permasalahan baik sosial maupun
ekonomi.
Apalagi dalam menghadapi ekonomi pasar dimana
persaingan pasar sangat ketat akan menyebabkan UKM (Usaha Kecil Menengah)
semakin tidak berdaya. Dalam ketidak berdayaan ekonomi seperti ini
kekuatan-kekuatan ekonomi seperti usaha besar akan menguasai UKM baik
dalam pemasaran hasil produksi maupun dalam penyediaan sarana-sarana
produksi. Hal ini menyebabkan usaha-usaha kecil dan menengah harus
bergabung dalam suatu wadah (organisasi), dengan saling membantu dan bekerja
sama tidak saja untuk menghadapi oligopolies dan monopolis, tetapi juga untuk
meningkatkan kemampuan berproduksi dan memasarkan hasil produksinya. Organisasi
tersebut dinamakan koperasi. Para pelopor koperasi telah berhasil memprakarsai
organisasi-organisasi koperasi dan mengembangkan gerakan koperasi,
gagasannya dan mengembangkan struktur organisasi koperasi tertentu terutama
yang dapat diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan,
kepentingan-kepentingan khusus dan pada situasi nyata dari kelompok-kelompok
orang-orang yang berbeda lingkungan ekonomis dan sosial budaya. Mereka dalam
mendirikan tipe koperasi tertentu dengan melalui proses “trial and errors” yang
akhirnya berhasil membentuk organisasi koperasi. Dalam melaksanakan
fungsi-fungsi inovatif sebagai pemrakarsa-pemrakarsa sebagai
pengusaha-pengusaha koperasi yang membuka jalan yang disebut promotor
koperasi.
Gerakan Koperasi di Indonesia yang Lambat
Pasang-surut Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Saat ini pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit berkembang?” Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bisa dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.
Sebenarnya, secara umum permasalahan yang
dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu :
A. Permaslahan Internal :
- Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga
kapasitasnya terbatas;
- Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap
jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan
koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan
lingkungan
- Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan
dalam memulihkannya;
- Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha
pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal
ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan
bersaing koperasi
- Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu
sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian
pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan
- Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain
pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi
- Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha
terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang
dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif
rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang
kompleks.
B. Permasalahan eksternal :
- Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara
bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi
- Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak
dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk
yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak
lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
- Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan
koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat
yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi.
- Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan
penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru
menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi
kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa
sebab :
1. Kenyataan bahwa pengurus
atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka
dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada
salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan
pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan
cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan
waktu cukup lama.
2. Para anggota dan pengurus
mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk
memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
3. Oleh karena pemikiran
yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi
order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung
untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
4. Pentingnya rasa kesetiaan
(loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak
percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada
pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara
anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi
dapat menghambat perkembangan koperasi.